BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bumi kita ini bukanlah benda
yang statis karena Permukaan
bumi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari tenaga
dan proses geomorfologi, baik yang berasal dari luar bumi (eksogen bersifat
degradasi dan agradasi) maupun berasal dari dalam dalam bumi (endogen mencakup
diastrofisme dan vulkanisme). Dalam membicarakan perubahan muka bumi yang
bersifat degradasi (destruktif) dan agradasi (konstruktif), terlebih dahulu
dikemukakan mengenai pengertian mengenai tenaga dan proses geomorfologi. Tenaga
geomorfologi merupakan kekuatan yang menyebabkan permukaan bumi mengalami
perubahan. Sedangkan proses geomorfologi yang maksud adalah kelangsungan
perubahan sebagai akibat dari tenaga geomorfologi.
Bentuk lahan yang ada di permukaan bumi
berdasarkan proses asalnya dibagi menjadi 9, salah satunya adalah Bentuk lahan
asal denudasional. Bentuk lahan ini terjadi akibat pengaruh dari gaya eksogen.
Gaya tersebut menyebabkan permukaan bumi mengalami “perusakan” dan pengelupasan
permukaan sehingga terbentuk permukaan yang berbeda dari sebelumnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan Bentuk Lahan Asal Denudasional?
2. Bagaimana
ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional?
3. Bagaimana
Proses terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional?
4. Apa
Contoh bentuk Lahan Asal Denudasional?
5. Apa
dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?
6. Bagaimana
mengatasi dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini,
yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari bentuk lahan asal
denudasional.
2. Untuk
mengetahui ciri-ciri bentuk lahan asal denudasional.
3. Untuk
mengetahui Proses terbentuknya bentuk lahan asal denudasional
4. Untuk
mengetahui Contoh bentuk lahan asal denudasional
5. Untuk
mengetahui dampak proses bentuk lahan asal denudasional
6. Untuk
mengetahui cara mengatasi dAmpak dari proses bentuk lahan denudasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bentuk Lahan Asal Denudasional
Denudasi
berasal dari kata dasar nude yang
berarti telanjang, sehingga denudasi berarti proses penelanjangan permukaan
bumi. Bentuk lahan asal denudasional dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk
lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan
(mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau
degradasi (Herlambang, Sudarno. 2004:42). Proses degradasi cenderung
menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan
permukaan bumi.
Denudasi
meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan material dari bagian
lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan
(masswashting).
Pelapukan
adalah proses berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau
dekat permukaan bumi tanpa di sertai perpindahan material. Pelapukan dapat
dibagi manjadi pelpukan fisik, dan pelapukan biotic. Pelapukan fisik merupakan
proses pecahnya batuan menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa diikuti oleh
perubahan komposisi kimia batuan. Perubahan kimia merupakan proses berubahnya
komposisi kimia batuan sehingga menghasilkan mineral sekunder.
Factor
pengontrol pelapukan adalah batuan induk, aktivitas organism, topografi, dan
iklim. Didalam evolusi bentanglahan yang menghasilkan bentuklahan dedasuonal M.
W. Davis mengemukakan adanya3 faktor yang mempengaruhi perkembangan bentuklahan
struktur geologi, proses geomorfologi, waktu. Dengan adanya factor tersebut
maka dalam evolusinya, bentuklahan melewati beberapa stadium ; stadium muda,
stadium dewasa, stadium tua.
W. PENCK menganggap
bahwa perkembangan bentuk lahan ditandai dengan adanya proses evolusi lereng
dari tipe “Main Slope Retreat’sehingga dalam perkembangannya kereng selalu
mundur dengan besar lereng dan bentuk lereng yang tetap dan dengan hasil akhir
berupa bentuk sisa yang meruncing (Misal INSELBERG). Akan tetapi
pendapat m.w davis evolusi lereng terjadi secara “Main Slope Decline”, yakni
titik perkembangan lereng tetap, lereng lama kelamaan menjadi kecil dan
memanjang serta bentuk lereng berubah menjadi lebih panjang dan cembung. Dengan
demikian maka hasil akhir yang terjadi mempunyai bentuk berupa bukit rendah
dengan puncak membulat, dan biasanya membentuk suatu ”Naris Dataran (peneplain).
Proses
denudasi merupakan proses yang cenderung mengubah bentuk permukaan bumi yang
disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah degradasi berupa
pelapukan yang memproduksi regolit dan saprolit serta proses erosi,
pengangkutan dan gerakan massa. Proses ini lebih sering terjadi pada satuan
perbukitan dengan material mudah lapuk dan tak berstruktur. Proses degradasi
menyebabkan agradasi pada lerengkaki perbukitan menghasilkan endapan koluvial
dengan material tercampur. Kadang proses denudasional terjadi pula pada
perbukitan struktur dengan tingkat pelapukan tinggi, sehingga disebut satuan
struktural denudasional.
Proses denudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material
(mudah lapuk), kemiringan lereng, curah hujan dan suhu udara serta sinar
matahari, dan aliran-aliran yang relatif tidak kontinyu. Karakteristik yang terlihat
di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai kasar tergantung tingkat
dedudasinya, relief agak miring sampai miring, pola tidak teratur, banyak
lembah-lembah kering dan erosi lereng/back erosion, penggunaan lahan tegalan
atau kebun campuran dan proses geomorfologi selalu meninggalkan bekas di
lereng-lereng bukit dan terjadi akumulasi di kaki lereng, serta kenampakan
longsor lahan lebih sering dijumpai.
Umumnya bentuk lahan ini terdapat pada daerah dengan
topografi perbukitan atau gunung dengan batuan yang lunak (akibat proses
pelapikan) dan beriklim basah, sehingga bentuk strukturnya tidak nampak
lagikarena adanya gerakan massa batuan. Pembagian bentuk lahan denudasional
dapat dilakukan dengan lebih rinci dengan mempertimbangkan : batuan, proses
gerak massa yang terjadi dan morfometri.
B. Ciri-ciri
Bentuk Lahan Asal Denudasional
Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi
secara denudasioanal, yaitu:
1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran
sungai.
2. Tidak
ada gejala struktural, batuan massif, dep/strike tertutup.
3. Dapat
dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain
4. Relief
lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci
satuan bentuk lahan
5. Litologi
menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi
terasosiasi dengan bukit, kerapatan aliran,dan tipe proses.
C. Proses
Terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional
Denudasi meliputi proses pelapukan, erosi,
gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan/sedimentasi.
1. Pelapukan
Pelapukan (weathering)
dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti cuaca, sehingga
pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis
dan kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Secara umum, pelapukan
diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga Eksogen, menurut
Olliver(1963) pelapukan adalah proses penyesaian kimia, mineral dan sifat fisik
batuan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Akibat dari proses ini pada
batuan terjadi perubahan warna, misalnya kuning-coklat pada bagian luar dari
suatu bongkah batuan. Meskipun proses pelapukan ini berlangsung lambat, karena
telah berjalan dalam jangka waktu yang sangat lama maka di beberapa tempat
telah terjadi pelapukan sangat tebal. Ada juga daerah-daerah yang hasil
pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak sama sekali, hal ini terjadi
sebagai akibat dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat yang bersangkutan ke
tempat lain. Tanah yang kita kenal ini adalah merupakan hasil pelapukan batuan.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelapukan adalah:
A.
Jenis batuan (kandungan mineral, retakan, bidang
pelapisan, patahan dan retakan). Batuan yang resisten lebih lambat terkena
proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk, sedangkan batuan yang tidak
resisten sebaliknya. Contoh
:
1.
Limestone,
resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah.
2.
Granit,
resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.
B.
Iklim, terutama tenperatur dan curah hujan sangat
mempengaruhi pelapukan.Contoh
:
1.
Iklim
kering, jenis pelapukannya fisis
2.
Iklim
basah, jenis pelapukannya kimia
3.
Iklim
dingin, jenis pelapukannya mekanik
C.
Vegetasi, atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang
cukup besar terhadap proses pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
1.
Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu
menembus batuan, bertambah panjang dan
membesar menyebabkan batuan pecah.
2.
Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya
mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat mempercepat proses pelapukan batuan.
Akar, batang, daun yang membusuk dapat pula membantu proses pelapukan, karena
pada bagian tumbuhan yang membusuk akan mengeluarkan zat kimia yang mungkin
dapat membantu menguraikan susunan kimia pada batuan. Oleh karena itu, jenis
dan jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat besar pengaruhnya terhadap
pelapukan. Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses pelapukan terdapat
hubungan yang timbal balik.
D.
Topografi
Topografi yang kemiringannya besar dan
menghadap arah datangnya sinar matahari atau arah hujan, maka akan mempercepat
proses pelapukan.
Jenis-jenis pelapukan ada beberapa, yaitu :
a. Pelapukan fisik (mekanis), yaitu pelapukan yang
disebabkan oleh perubahan volume batuan, dapat ditimbulkan oleh perubahan
kondisi lingkungan (berkurangnya tekanan, insolasi, hidrasi, akar tanaman,
binatang, hujan dan petir), atau karena interupsi kedalam pori-pori atau
patahan batuan
b. Pelapukan kimiawi, yaitu pelapukan yang
ditimbulkan oleh reaksi kimia terhadap massa batuan. Air, oksigen dan gas asam
arang mudah bereaksi dengan mineral, sehingga membentuk mineral baru yang
menyebabkan batuan cepat pecah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas pelapukan kimiawi :
1.
Komposisi
batuan
Ada mineral yang mudah bereaksi dengan
air, oksigen dana gas asam arang, ada juga yang sulit. Bagi mineral yang mudah
bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang akan cepat lapuk daripada
mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen dan asam arang.
2.
Iklim
Daerah yang mempunyai iklim
basah adan panas misalnya ilim hujan tropis akan mempercepat proses reaksi
kimia, sehingga batuan menjadi cepat lapuk.
3.
Ukuran
batuan
Makin
kecil ukuran batuan makin intensif reaksi kimia pada batuan tersebut berarti
makin cepat pelapukannya.
4.
Vegetasi
dan binatang
Dalam hidupnya vegetai dan
binatang menghasilkan asam-asam tertentu, oksigen dan gas asam arang sehingga
mudah bereaksi dengan batuan. Artinya vegetasi dan binatang ikut mempercepat
proses pelapukan batuan.
c.
Pelapukan organik,
yaitu pelapukan yang disebabkan oleh mahkluk hidup,
seperti lumut.
Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat bersifat mekanik atau
kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya akar tumbuh-tumbuhan di
dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu
berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar serat makanan menghisap garam
makanan. Zat asam ini merusak batuan sehingga garam-garaman mudah diserap oleh
akar. Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon,
pembangunan maupun penambanga.
2. Gerakan massa batuan (mass wasting)
yaitu perpindahan
atau gerakan massa batuan atau tanah yang ada di lereng oleh pengaruh gaya
berat atau gravitasi atau kejenuhan massa air. Ada yang menganggap masswasting
itu sebagai bagian dari pada erosi dan ada pula yang memisahkannya. Hal ini
mudah difahami karena memang sukar untuk dipisahkan secara tegas, karena dalam
erosi juga gaya berat batuan itu turut bekerja.
Pada batuan yang mengandung air, gerakan massa batuan itu lebih lancar
dari pada batuan yang kering. Perbedaannya ialah bahwa pada masswasting, air
hanya berjumlah sedikit dan fungsinya bukan sebagai pengangkut, melalinkan
hanya sekedar membantu memperlancar gerakan saja. Sedang dalam erosi diperlukan
adanya tenaga pengangkut. Gerakan massa batuan pada dasarnya disebabkan oleh
adanya gayaberat/gravitasi atau gaya tarik bumi.
Faktor-faktor pengontrol
mass wasting antara lain:
1.
Kemiringan lereng,
Makin besar sudut kemiringan lereng
dari suatu bentuk lahan semakin besar peluang terjadinya Mass Wasting, karena
gaya berat semakin berat pula.
2.
Relief
lokal,
Terutama yang mempunyai kemiringan
lereng cukup besar, misal kubah, perbukitan mempunyai peluang yang besar untuk
terjadinya Mass Wasting.
3.
Ketebalan hancuran batuan(debris) diatas
batuan dasar,
Ketebalan hancuran batuan atau Debris diatas
batuan dasar makin tebal hancuran batuan yang berada diatas batuan dasar, makin
besar pula peluang untuk terjadinya Mass Wasting, karena permukaan yang labil
makin besar pula.
4.
Orientasi bidang lemah dalam batuan,
Pada
umumnya Mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah dalam batuan, karena
orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang
lapuk akan bergerak.
5.
Iklim,
Kondisi iklim disuatu daerah akan
mempengaruhi cepat atau lambatnya Mass wasting.
6.
Vegetasi,
Daerah yang tertutup oleh vegetasi atau
tumbuh-tumbuhan peluang untuk terjadinya Mass Wasting kecil, karena vegetasi
dapat menahan laju gerakan massa batuan di permukaan.
7.
Gempa bumi,
Daerah yang sering mngalami gempa bumi
cenderung labil, sehingga peluang terjadinya Mass wasting besar.
8.
Tambahan material pada bagian atas lereng
Di daerah gunung api aktif sering terjadi
penambahan material di bagian atas lereng akibat letusan sehingga akan
memperbesar peluang terjadinya Mass wasting.
Klasifikasi mass wasting:
a. Slow flowage (gerakan lambat)
Gerakan lambat meliputi rayapan dan solifluksi.
Rayapan (creep) adalah pemindahan massa batuan yang lambat hingga tidak
mudah diamati.
Menurut bahan
yang dipindahkan dan cara pemindahannya masih dapat
diklasifikasikan
lagi menjadi:
● Rayapan tanah (soil creep):
Yaitu gerakan massa tanah/batuan secara lambat
( <1cm/th ) menuruni lereng, sebagai akibat gravitasi. Akibat dari adanya
rayapan ini tidak jelas hanya saja pada tiang telepon, tiang listrik,
pohon-pohon menjadi miring/agak miring. Lahan seperti ini tidak baik untuk
dijadikan lahan persawahan ataupun untuk permukiman.
● Rayapan puing hasil rombakan
batuan (talus creep),
Rayapan
puing hasil rombakan batuan (talus creep),pada prinsipnya sama dengan
soil creep, hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini banyak terjadi pada
daerah-daerah yang mengalami pergantian antara pembekuan dan pencairan kembali.
● Rayapan batu (rock creep):
Apabila
bahan-bahan yang bergerak berupa bongkah-bongkah besar dengan gerakannya yang
perlahan-lahan.
● Rayapan lawina batuan (rock glacier creep):
Dilihat
dari segi bahannya sama dengan rock creep. Perbedaannya adalah bahwa pada
rayapan lawina, batuan tampak seperti anak-anak sungai (bercabang-cabang yang
menggerakan massa batuan tersebut menuruni lereng).
● Solifluksi, yaitu pengaliran massa batuan yang jenuh akan air. Hal
ini terjadi terutama di daerah dingin (daerah lintang tinggi dan di daerah
pegunungan tinggi). Oleh karena itu, jelaslah bahwa dalam proses ini terdapat
kadar air yang tinggi, namun demikian air dalam hal ini tidak menjadi faktor
pengangkut. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk terjadinya solifluksi,
yaitu:
· Proses
pelapukan berlangsung cepat
· Adanya
persediaan air yang cukup, biasanya dari pencairan salju
· Adanya lereng yang curam dan tidak bervegetasi
b. Rapid flowage (gerakan cepat),
Pemindahan
cepat ini disebabkan oleh adanya kadar air yang lebih tinggi, sehingga
batuan/tanah yang bergerak itu jenuh. Oleh karena itu, diperoleh kesan bahwa
batuan itu mengalir. Pemindahan secara cepat ini meliputi:
● Aliran tanah (Earth flow)
Adalah aliran
massa batuan yang jenuh air menuruni lereng. Gerakan/ aliran ini dibedakan
sebagai berikut:
1. Earth Flow murni, alirannya sejajar permukaan.
2. Gabungan earth flow dan mendatar (slumping,
kadang-kadang alirannya intermittent dan mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation)
● Aliran lumpur (Mud flow)
yaitu
aliran hancuran batuan halus yang bercampur dengan air melalui lembah-lembah,
terjadi didaerah iklim kering.
Penyebabnya adalah:
1. Material tidak
kompak, melicin jika basah.
2. Berada di
lereng terjal.
3. Ada air yang
bergerak.
4. Vegetasi
jarang.
● Lawina hasil rombakan (Debris avalanche)
yaitu
aliran hancuran batuan halus yang bercampur dengan air melalui lembah-lembah, terjadi
didaerah iklim kering.
c. Very rapid flowage (gerakan sangat cepat), gerakan ini
didominasi pengaruh gravitasi.Gerakan ini meliputi slumping, debris slide, rock slide, debris fall, dan rock fall.
♦ slumping (nendatan) adalah merupakan gerakan massa
tanah atau batuan secara terputus-putus dan hanya menempuh jarak dengan
memperlihatkan gerak berputar ke belakang, hingga tampak pada permukaannya
seperti yang disesar naikan. Seringkali tanah nedat itu merupakan suatu
rangkaian, sehingga tampak berteras-teras kecil. Penyebab slumping yang
terpenting adalah pengirisan di bawah lereng oleh sungai, gelombang atau secara
antropogenis.
♦Debris slide merupakan lahan longsor yang biasa, tidak terjadi gerakan ke belakang
melainkan batuan itu berguling-guling atau meluncur ke bawah. Kadar airnya rendah.
Jika kadar airnya tinggi akan terjadi debris avalanhce.
♦Rock Slide, adalah gerakan batuan meluncur diatas bidang
batas lapisan atau bidang retakan yang miring.
♦ Debris
fall. Kalau lereng tempat bahan
bahan rombakan itu bergerak sangat curam, maka gerak bahan rombakan bongkah
batuan bukan meluncur tetapi jatuh. Dengan demikian gejala iti tidak dinamakan
lahan longsor, melainkan dinamakan jatuhan bahan rombakan (debris fall).
♦ rock
fall. Apabila lereng tgak
lurus, maka yang terjadi adalah rock fall.
d. Terban/ amblesan (subsidence),
gerakan massa batuan tipe ini adalah ke bawah atau vertikal tanpa disertai
gerakan mendatar/horisontal. Hal ini dapat terjadi apabila atap goa bawah tanah
runtuh, ketika tidak kuat menahan lapisan batuan yang ada di bagian atas goa.
Subsidence juga bisa terjadi karena adanya tenaga tektonik yang dapat
menimbulkan patahan ada kulit, sehingga terjadi patahan. Patahan tersebut
ambles ke bawah dan dapat berupa slenk.
3. Erosi
Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses
pelepasan dan terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologis baik
kekuatan air, angin, gletser
atau gravitasi. Faktor yang mempengaruhi erosi tanah antara lain sifat hujan,
kemiringan lereng dari jaringan aliran air, tanaman penutup tanah, dan
kemampuan tanah untuk menahan dispersi dan untuk menghisap kemudian merembeskan
air kelapisan yang lebih dalam.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi erosi tanah adalah:
a. Iklim:
Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin,
temperatur, kelembapan, penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas
dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan
kecepatan aliran permukaan, serta besarnya kerusakan erosi. Angin selain
sebagai agen transport dalam erosi beberapa kawasan juga bersama-sama dengan
temperatur, kelembaban dan penyinaran matahari terhadap evapotranspirasi,
sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar
investasi tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi
tanah.
b. Topografi: kemiringan lereng, panjang lereng,
konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng memperbesar jumlah
aliran permukaan, dan memperbesar kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan
demikian memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin
curamnya lereng.
c. Vegetasi, berperan
untuk mengurangi kecepatan erosi.
Kaitannya jenis tumbuhan, aliran permukaan dan jumlah erosi adalah seperti
dalam Tabel berikut:
No.
|
Jenis
tanah
|
Jenis
Tumbuhan
|
Aliran permukaan
(%
terhadap CH)
|
Erosi (ton/ha/th)
|
1.
|
Podsolik merah kuning
(lereng
15%)
|
Alang-alang
|
3,3
|
0,7
|
Alang-alang +semak
|
0,5
|
0,7
|
||
Albazia +semak campuran
|
5,8
|
0,7
|
||
Alabazia
tanpa semak (umur 3 th)
|
71,4
|
79,8
|
||
2.
|
Latosol
(lereng 35%)
|
Rumput utuh
|
4,4
|
0,2
|
Rumput diinjak-injak
|
17,2
|
1,0
|
||
Fiscus allastica
|
21,4
|
43,1
|
||
Fiscus allastica + semak-semak
|
2,0
|
0
|
||
3.
|
Regosol (lereng 30%,
19%,
30%, 21%)
|
Alag-alang, jagung, kacang tanah
|
11,9
|
345,0
|
Alang-alang + gelagah
|
5,0
|
3,5
|
||
Semak lantana
|
2,1
|
5,1
|
||
Alang-alang
dibakar 1 x
|
5,0
|
7,3
|
d. Tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas
menahan air dan struktur tanah.
e. Manusia. Manusia dapat mencegah dan mempercepat
terjadinya erosi tergantung bagaimana manusia mengelolanya.
Setiap proses erosi merupakan gabungan dari
beberapa subproses, yaitu dimulai dengan pengambilan hasil pelapukan yang terangkut
juga sebagai alat pengikis. Butir-butiran batuan secara bersama-sama dalam
pengangkutan, saling bersinggungan dan saling bergesekan satu sama lain. Cara
pengangkutan terhadap bahan terjadi berbeda-beda: ada yang terapung di
permukaan, digulingkan, digeser dan sebagainya.
Klasifikasi bentuk erosi :
·
Erosi
percik (splash erotion),
ialah proses percikan partikel-partikel tanah halus
yang disebabkan oleh pukulan tetes air hujan terhadap tanah dalam keadaan basah
(Yunianto, 1994).
·
Erosi
lembar (sheet
erosion)
adalah erosi yang terjadi karena pengangkutan atau
pemindahan lapisan tanah yang hampir merata ditanah permukaan oleh tenaga
aliran perluapan. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat,
karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena
pada suatu saat seluruh top soil akan habis.
·
Erosi
alur (rill
erosion).
Erosi ini terjadi karena adanya proses erosi dengan
sejumlah saluran kecil (alir) yang dalamnya <30 cm, dan terbentuk terutama
dilahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini dimulai
dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air
dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut.
Alur-alur itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
·
Erosi
parit (channel
erosion).
Erosi ini terbentuk sama dengan erosi alur, tetapi
tenaga erosinya berupa aliran lipasan dan alur-alur yang terbentuk sudah
sedemikian dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah
secara biasa. Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama
setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit
atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing
diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander
dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
4. Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat
yang lekuk dengan bahan-bahan hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin,
maupun gletser (Suhadi Purwantara, 2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi
dari pengendapan material hasil erosi saja, tetapi juga dari proses mass
wasting. Namun kebanyakan terjadi dari proses erosi. Sedimentasi terjadi karena
kecepatan tenaga media pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan tenaga
alam yang mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air sungai
(floodplain dan delta), air laut, angin, dan geltsyer.
D. Satuan Bentuk Lahan Asal
Denudasioal
1.
Pegunungan Denudasional
Karakteristik umum unit mempunyai
topografi bergunung dengan lereng sangat curam (55>140%), perbedaan tinggi
antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 500 m.Mempunyai lembah yang
dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yng dominan adalah proses
pendalaman lembah (valley deepening).
2. Perbukitan Denudasional
Mempunyai
topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 > 55%,
perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 -> 500 m.Terkikis sedang hingga
kecil tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami
maupun tata guna lahan. Salah satu contoh adalah pulau Berhala,
hamper 72,54 persen pulau tersebut merupakan perbukitan dengan luas 38,19 ha.
Perbukitan yang berada di pulau tersebut adalah perbukitan denudasional
terkikis sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi sehingga
terbentuk lereng-lereng yang sangat curam.
3. Dataran Nyaris (Peneplain)
Akibat proses denudasional yang bekerja
pada pegunungan secara terus menerus, maka permukaan lahan pada daerah tersebut
menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan yang hamper datar yang disebut
dataran nyaris (peneplain). Dataran nyaris dikontrol oleh batuan penyusunan
yang mempunyai struktur berlapis (layer). Apabila batuan penyusun
tersebut masih dan mempunyai permukaan yang datar akibat erosi, maka disebut
permukaan planasi.
4.
Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg)
Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan
mundur akibat proses denudasi dan lereng kaki bertambah lebar secara terus
menerus akan meninggalkan bentuk sisa dengan lereng dinding yang curam. Bukit
sisah terpisah atau inselberg tersebut berbatu tanpa penutup lahan (barerock)
dan banyak singkapan batuan (outcrop). Kenampakan ini dapat terjadi pada
pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada sekelompok pegunungan/perbukitan,
dan mempunyai bentuk membulat. Apabila bentuknya relative memanjang dengan
dinding curam tersebut monadnock.
5.
Kerucut Talus (Talus cones) atau kipas koluvial (coluvial van)
Mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas
dengan lereng curam (350). Secara individu fragmen batuan bervariasi
dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya cliff dan batuan yang hancur.
Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas kerucut (apex)
sedangkan fragmen yang kasar meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah
kerucut talus.
6.
Lereng Kaki (Foot slope)
Mempunyai daerah memanjang dan relatif
sermpit terletak di suatu pegunungan/perbukitan dengan topografi landai hingga
sedikit terkikis. Lereng kaki terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau
dasar cekungan (basin). Permukaan lereng kaki langsung berada pada batuan induk
(bed rok). Dipermukaan lereng
kaki terdapat fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya yang diangkut
oleh tenaga air ke daerah yang lebih rendah.
7. Lahan
Rusak (Bad land)
Merupakan daerah yang mempunyai topografi
dengan lereng curam hingga sangat curam dan terkikis sangat kuat sehingga mempunyai
bentuk lembah-lembah yang dalam dan berdinding curam serta berigir tajam (knife-like)
dan membulat. Proses erosi parit (gully erosion) sangat aktif sehingga
banyak singkapan batuan muncul ke permukaan (rock outcrops).
E.
Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional
Proses bentuk lahan denudasional
adalah erosi, mass wasting, dan juga pelapukan. Ketiga proses tersebut
memberikan dampak atau pengaruh bagi lahan di permukaan bumi. Selain,
menyebabkan terbentuknya lahan baru seperti yang telah dijelaskan di atas
(contoh satuan bentuk lahan asal denudasional), ketiga proses tersebut juga
membawa dampak lain.
Dampak Erosi
Akibat yang ditimbulkan erosi
beragam dan dampaknya sangat luas, diantaranya :
1. Penurunan Produktivitas tanah
akibat hilangnya bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Bahan organik
tersebut merupakan bahan utama penentu kesuburan tanah.
2. Terjadinya pemadatan tanah sehingga menyebabkan
terjadinya penurunnan kapasitas infiltrasi tanah.
3. Terjadinya
pengendapan bahan endapan pada sumber-sumber air, danau, dan bendungan sehingga
terjadi pendangkalan.
4. Terjadinya banjir di bagian hilir sungai
akibat pendangkalan.
5. Memperluas daratan di bumi.
Erosi yang terjadi di daerah
pegunungan materialnya akan dibawa ke laut dan mengendap di dasar laut.
Peristiwa seperti ini telah berlangsung jutaan tahun lamanya sehingga endapan
yang terbentuk semakin lama semakin luas dan tebal yang akhirnya membentuk
daratan.
Dampak Pelapukan
1.
Pemicu gerak massa batuan
2.
Terjadinya Degradasi permukaan lahan
3.
Memunculkan habitat
Dengan
adanya pelapukan terhadap batuan, terbentuklah tanah sehingga memunngkinkan
tumbuh-tumbuhan hidup di atas tanah tersebut
4. Rusaknya
struktur batuan sehingga terbentuk
bentukan baru pada permukaan bumi. Bentuk-bentuk yang dihasilkan oleh
pelapukan, yaitu :
a.
Differential Watering
Istilah
ini digunakan bagi semua jenis pelapukan yang melubangi bagian-bagian yang
lunak dari massa batuan. Hasilnya dapat berupa cekungan atau jalur torehan atau
menimbulkan relief yang kuat pada berkas-berkas endapan yang terdiri dari
materi yang tahan terhadap desintegrasi dan dekomposisi.
b.
Demoiselles
Bentuk yang dihasilkan kadang-kadang terdapat pada
glacial till, materi-materi yang kecil dihilangkan karena materi tersebut
tertutup oleh batuan resisten yang selanjutnya akan berupa pilar-pilar yang
bagian atasnya mendapat penutup batuan yang keras tersebut.
c. Boulders
Kadang-kadang batuan mempunyai pola beririsan sehingga
berbentuk blok-blok yang berbentuk romboedris. Retakan-retakan itu demikian
sempit sehingga sukar dilihat sepintas lalu, tetapi hal ini bukan suatu
halangan untuk terjadi pelapukan. Sudut-sudut atau rusuk-rusuk lebih cepat
mengalami penumpukan sehingga terjadi tumpukan-tumpukan batuan yang berbentuk
oval, batuan yang berbentuk oval tersebut yang disebut Boulders.
Dampak Mass Wasting
1. Gerak massa batuan dapat mendorong
dan menyebabkan bencana tanah longsor apabila didukung oleh terganggunya
kestabilan pada tanah.
2. Pengendapan atau sedimentasi di
daerah bagian bawah.
3.
Pembalikan lapisan tanah
Dampak Sedimentasi
1. Terjadi
pendangkalan di DAS, danau, dan bendungan
2. Banjir
akibat pendangkalan di daerah hilir sungai
3. Pengendapan
secara terus menerus menyebabkan terbentuknya beberapa bentukan alam antara
lain : kipas alluvial, meander, dataran banjir, delta, gosong, nehrung, haff,
tombolo, gurun pasir, dan lain-lain.
F. Cara Mengatasi Dampak Proses Bentuk Lahan
Asal Denudasional
a. Upaya Pengendalian Erosi
Erosi tidak dapat dicegah secara sempurna karena merupakan
proses alam. Pencegahan erosi merupakan usaha pengendalian terjadinya erosi
yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan bencana. Ada banyak cara untuk
mengendalikan erosi antara lain :
1. Pengolahan Tanah.
Areal
tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman yang
teratur akan mengurangi tingkat erosi
2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi
Dengan
membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat
mengurangi erosi air sungai
3. Penghutanan Kembali
Yaitu
mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang sudah
rusak
4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai
untuk mengurangi erosi akibat air laut.
5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang
Pohon
pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau
gelombang.
6. Pembuatan Teras Tanah Lereng
Teras
tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi
b. Cara untuk mencegah gerakan massa batuan
antara lain:
1. Menanami
lereng dengan tumbuhan terutama yang berakar tunjang/dihutankan.
2. Membuat teras-teras pada lereng.
3. Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan.
4. Apabila bagian bawah lereng
dipotong/digali untuk keperluan tertentu, perlu dibuatkan saluran pembuangan
air di bawah tanah.
5. Menahan
batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan(bidang batas
batuan/bidang retakan)
c. Cara mengatasi sedimentasi
1. Melakukan
pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena
sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan
demikian banjir dapat dikurangi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Bentuk lahan asal denudasional merupakan
suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa
batuan (mass wating) dan proses sedimentasi yang terjadi karena agradasi atau
degradasi.
2. Ciri-ciri
dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:
-Relief sangat jelas,
-Tidak ada
gejala struktural
-Dapat dibedakan
dengan jelas terhadap bentuk lain
-Relief lokal,
pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci satuan
bentuk lahan
-Litologi
menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan.
3. Bentuk lahan asal denudasional disebabkan oleh
tenaga eksogen, yaitu : Erosi, Pelapukan, dan gerak massa batuan atau mass
wasting serta pengendapan.
4. Adapun satuan bentuk lahan asal
denudasioanal adalah
- Pegunungan
denudasional
- Perbukitan
denudasional
- Dataran
nyaris (peneplain)
- Perbukitan
Sisa terpisah
- Kerucut
talus
- Lereng
kaki
- Lahan
rusak
5. Dampak dari proses eksogen adalah
membentuk lahan asal denudasional Selain itu erosi dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas tanah, pemandatan tanah, pendangkalan pada sumber air,
perluasan daratan, dan pembalikan lapisan tanah. Untuk pelapukan mengakibatkan
rusaknya struktur batuan dan tanah, pemicu mass wasting, menimbulkan habitat
baru, dan degradasi lahan. Sedangkan mass wasting berpengaruh terhadap
terjadinya bahaya longsor, pembalikan tanah, dan sedimentasi pada bagian bawah.
Sedimentasi berdampak pada pendangkalan dan pembentukan bentukan alam yang
baru.
B. Saran
Tenaga eksogen meupakan peristiwa alam yang
pasti terjadi, namun membawa dampak negatif oleh sebab itu diperlukan upaya
penanggulangan. Penanggulangan harus dilakukan oleh semua pihak. Adapun upaya
penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain:
1.
Pengolahan Tanah
Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman
tanaman, penataan tanaman yang teratur akan mengurangi tingkat erosi
2.
Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi
Dengan
membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat
mengurangi erosi air sungai
3.
Penghutanan Kembali
Yaitu
mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang sudah
rusak
4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai
untuk mengurangi erosi akibat air laut
5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang
Pohon
pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau
gelombang
6. Pembuatan Teras Tanah Lereng
Teras
tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi
7. Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang
mengalami pendangkalan karena sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar
arus sungai sehingga dengan demikian banjir dapat dikurangi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonym. 2013, BloggerNine Bentuk Lahan Asal Denudasional.htm,(online),
(qusuth.wordpress.com/2008/06/10/ diakses 21 Maret 2013)
Anonym. 2013, yoeyhan
febryani SATUAN BENTUKLAHAN BERDASARKAN PROSES
PEMBENTUKANNYA.htm (online), (balitbang.riau.go.id/index.php?bahasa=&litban...diakses
21 oktober 2013)
Ginting, P. dkk.
2007. IPS Geografi untuk SMP Kelas VII. Jakarta:Erlangga
Hestiyanto, Yusman. 2005. Geografi SMA Kelas X. Jakarta: Yudhistira
Purwantara,
Suhadi dan Shina.2004. Panduan Pembelajaran Geografi SMA/MA Kelas X.
Surakarta:Mediatama..
terimakasih ka.. sangat membantu (y)
ReplyDelete